Wanita kelahiran 14 Februari 1971 lahir dari keluarga
yang memprihatinkan. Merupakan anak ke 7 dari 8 bersaudara merupakan wanita
berdarah batak asli. Ia menjalani masa kecilnya sampai berusia 19 tahun di
Tarutung, provinsi Sumatera Utara, tempat dimana ia dilahirkan. Dibalik
rambutnya yang panjang, hitam dan lebatnya, Anny Suriyani Sinaga adalah seorang
wanita yang mempunyai sifat seperti laki-laki. Memanjat pohon, bermain di
sungai, mengambil sarang burung dan mendaki gunung adalah kegiatan yang ia
habiskan disaat libur sekolah tiba.
Ayahnya adalah seorang kepala sekolah di SDN Hutaraja
dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Mereka mempunyai hasil ladang
berupa tanaman palawija. Biasanya setelah pulang sekolah atau liburan,
anak-anaknya membantu di ladang mencari kayu api untuk membantu membiayai biaya
sekolah dan kuliah kakak-kakaknya.
Dibalik kacamatanya yang tebal, ia pernah mengalami
kebutaan di usia 3 tahun. Tidak pernah diketahui apa penyebab penyakit
tersebut. Hanya keajaiban Tuhan yang membuat wanita yang begitu akrab dengan
ayahnya bisa melihat kembali dunia ini.
Sejak kecil hobinya adalah membaca. Buku-buku yang ia
baca didapatkan dari ayahnya yang berprofesi sebagai kepala sekolah di SD
Negeri di desa terpencil. Berjam-jam waktu yang ia habiskan hanya untuk membaca
buku-buku tersebut.
Kepintarannya membuat ia selalu menduduki peringkat 2
di kelasnya. Siapa yang tak mengakui hal tersebut, bahkan hingga detik ini
teman-temannya masih mengenal si pintar namun pendiam ini. Namun, cita-cita
untuk mengambil fakultas hukum setelah lulus SMA kandas dikarenakan keadaan
ekonomi. Rasa kecewa dan sedih ia rasakan selama setahun.
Tak ada biaya untuk kuliah tidak membuatnya menyerah
begitu saja dengan hidup. Ia pun memutuskan untuk merantau ke Jakarta untuk mengadu
nasib seperti kebanyakan orang lain lakukan. Dengan bekal beberapa pakaian, ia
pun menempuh perjalanan dari Sumatera ke Jakarta.
Setibanya di Jakarta ia tinggal dengan kakak nya yang
sudah menikah dan sedang hamil tua. Kakaknya meminta Anny untuk tinggal
bersamanya dikarenakan ia akan segera memiliki seorang bayi. Hidup kakaknya di
Jakarta pun begitu memprihatinkan. Semua yang Anny pikirkan berbanding terbalik
dengan kenyataan. Pekerjaan abang iparnya tersebut hanyalah seorang pekerja
bangunan kasar.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Anny dan
kakaknya berdagang es cendol di sebuah terminal kecil di Pasar Rebo.
Penjualannya pun tidak semulus yang mereka harapkan. Kadang laku, terkadang
tidak. Hasil penjualan dari dagangan yang laku pun tidak seberapa.
Bahan-bahan untuk penjualan es cendol tersebut yang ia
beli di Pasar Kramat Jati. Jika dagangannya tidak laku, maka mereka akan
membuang semuanya ke kali. Walaupun demikian, berjualan es cendol tersebut
berjalan selama setahun.
Karena tidak memiliki kartu tanda penduduk (ktp), ia
pun tidak bisa melamar pekerjaan. Mengganggur selama setahun di tempat
kelahiran dan di Jakarta adalah kegiatan yang bisa ia rasakan.
Tuhan mempunyai rencana lain untuk dirinya. Ia pun
akhirnya dipertemukan dengan seorang laki-laki di suatu acara untuk
pemuda-pemudi batak. Awalnya memang Anny tidak menyukai laki-laki ini namun dia
tidak patah semangat untuk mendapatkan hati wanita pujaannya.
Singkatnya, pertemuan di jembatan Universitas Kristen
Indonesia, membuat mereka mempunyai sebuah komitmen. Pintas, begitu sapaan
untuk laki-laki yang kini menjadi teman hidupnya adalah orang yang Tuhan utus
untuk mengubah hidup Anny.
Kartu tanda penduduk yang selama ini tidak bisa ia
miliki karena tak ada biaya telah Anny punyai. Menjadi pekerja di pabrik Khong
Guan dan Sales Promotion Girl (SPG) adalah pengalaman bekerjanya setelah
bertemu dengan seorang pria yang sempat ia tak sukai.
Sakitnya pengalaman hidup membuat Anny mempunyai tekad
kuat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Jika ia
tidak bisa menikmati rasanya duduk di bangku kuliah karena tak ada biaya, maka
anak-anaknya harus bisa merasakan yang sebaliknya ia rasakan.
Mengontrak dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya
membuat dirinya memutuskan untuk memiliki sebuah rumah bersama suaminya. Dengan
kepandaiannya mengurus keuangan rumah tangga, ia dan suaminya pun berhasil
membeli sebuah investasi berupa tanah.
Berkat pun terus mengalir dari Tuhan. Akhirnya ia
bersama suaminya bisa membeli sebuah rumah di Bekasi yang letaknya begitu
strategis yang dekat dengan pintu tol. Ketiga anak-anaknya selalu berhasil
masuk ke sekolah SMP dan SMA negeri yang cukup favorit.
Kini cita-cita dan doanya yang begitu mulia didengar
oleh Yang Maha Kuasa. Anak pertama dan keduanya bisa mendapatkan sebuah bangku
kuliah di sebuah universitas swasta di daerah Jakarta Timur. Anak sulungnya
sekarang menduduki bangku semester 6 jurusan Sastra Inggris. Anak keduanya
sedang duduk di bangku semester 2 jurusan Akuntansi Ekonomi. Keduanya menempuh pendidikan
di tempat dimana Anny dan suaminya dipertemukan olehNya.
Untuk menghemat pengeluaran yang cukup besar, setiap
jam 4 pagi Anny selalu bangun untuk menyiapkan sarapan dan bekal untuk dibawa
oleh ketiga anak-anaknya. Ia juga memilih untuk membersihkan rumah sendirian
daripada harus memakai jasa pembantu rumah tangga. Alasannya adalah lebih baik
uang untuk membayar jasa PRT tersebut disimpan untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga.
Perjalanan hidupnya yang pahit, yang selama pernah ia
rasakan, Anny ceritakan kepada anak-anaknya. Ia selalu mengajarkan dan
menanamkan rasa bersyukur kepada anak-anaknya atas hidup yang Tuhan berikan. Ia
juga menekankan untuk selalu rendah hati dan tidak sombong kepada siapapun
termasuk kepada mereka yang hidupnya kurang beruntung.
Anny Suriyani Sinaga tidak ingin jika keempat
anak-anaknya hanyalah menjadi sebuah penonton di kota yang penuh dengan
gedung-gedung bertingkat yang penuh dengan orang-orang yang selalu penuh
kesibukan di setiap pagi. Ia selalu berdoa dan berusaha agar Hetty, Desy,
Sandro dan Leanco adalah pemain utama di kota besar ini.
No comments:
Post a Comment