Wednesday, March 20, 2019

Dia yang kupanggil "MAMA"


Wanita kelahiran 14 Februari 1971 lahir dari keluarga yang memprihatinkan. Merupakan anak ke 7 dari 8 bersaudara merupakan wanita berdarah batak asli. Ia menjalani masa kecilnya sampai berusia 19 tahun di Tarutung, provinsi Sumatera Utara, tempat dimana ia dilahirkan. Dibalik rambutnya yang panjang, hitam dan lebatnya, Anny Suriyani Sinaga adalah seorang wanita yang mempunyai sifat seperti laki-laki. Memanjat pohon, bermain di sungai, mengambil sarang burung dan mendaki gunung adalah kegiatan yang ia habiskan disaat libur sekolah tiba.
Ayahnya adalah seorang kepala sekolah di SDN Hutaraja dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Mereka mempunyai hasil ladang berupa tanaman palawija. Biasanya setelah pulang sekolah atau liburan, anak-anaknya membantu di ladang mencari kayu api untuk membantu membiayai biaya sekolah dan kuliah kakak-kakaknya.
Dibalik kacamatanya yang tebal, ia pernah mengalami kebutaan di usia 3 tahun. Tidak pernah diketahui apa penyebab penyakit tersebut. Hanya keajaiban Tuhan yang membuat wanita yang begitu akrab dengan ayahnya bisa melihat kembali dunia ini.
Sejak kecil hobinya adalah membaca. Buku-buku yang ia baca didapatkan dari ayahnya yang berprofesi sebagai kepala sekolah di SD Negeri di desa terpencil. Berjam-jam waktu yang ia habiskan hanya untuk membaca buku-buku tersebut.
Kepintarannya membuat ia selalu menduduki peringkat 2 di kelasnya. Siapa yang tak mengakui hal tersebut, bahkan hingga detik ini teman-temannya masih mengenal si pintar namun pendiam ini. Namun, cita-cita untuk mengambil fakultas hukum setelah lulus SMA kandas dikarenakan keadaan ekonomi. Rasa kecewa dan sedih ia rasakan selama setahun.
Tak ada biaya untuk kuliah tidak membuatnya menyerah begitu saja dengan hidup. Ia pun memutuskan untuk merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib seperti kebanyakan orang lain lakukan. Dengan bekal beberapa pakaian, ia pun menempuh perjalanan dari Sumatera ke Jakarta.

Setibanya di Jakarta ia tinggal dengan kakak nya yang sudah menikah dan sedang hamil tua. Kakaknya meminta Anny untuk tinggal bersamanya dikarenakan ia akan segera memiliki seorang bayi. Hidup kakaknya di Jakarta pun begitu memprihatinkan. Semua yang Anny pikirkan berbanding terbalik dengan kenyataan. Pekerjaan abang iparnya tersebut hanyalah seorang pekerja bangunan kasar.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Anny dan kakaknya berdagang es cendol di sebuah terminal kecil di Pasar Rebo. Penjualannya pun tidak semulus yang mereka harapkan. Kadang laku, terkadang tidak. Hasil penjualan dari dagangan yang laku pun tidak seberapa.
Bahan-bahan untuk penjualan es cendol tersebut yang ia beli di Pasar Kramat Jati. Jika dagangannya tidak laku, maka mereka akan membuang semuanya ke kali. Walaupun demikian, berjualan es cendol tersebut berjalan selama setahun.
Karena tidak memiliki kartu tanda penduduk (ktp), ia pun tidak bisa melamar pekerjaan. Mengganggur selama setahun di tempat kelahiran dan di Jakarta adalah kegiatan yang bisa ia rasakan.
Tuhan mempunyai rencana lain untuk dirinya. Ia pun akhirnya dipertemukan dengan seorang laki-laki di suatu acara untuk pemuda-pemudi batak. Awalnya memang Anny tidak menyukai laki-laki ini namun dia tidak patah semangat untuk mendapatkan hati wanita pujaannya.
Singkatnya, pertemuan di jembatan Universitas Kristen Indonesia, membuat mereka mempunyai sebuah komitmen. Pintas, begitu sapaan untuk laki-laki yang kini menjadi teman hidupnya adalah orang yang Tuhan utus untuk mengubah hidup Anny.
Kartu tanda penduduk yang selama ini tidak bisa ia miliki karena tak ada biaya telah Anny punyai. Menjadi pekerja di pabrik Khong Guan dan Sales Promotion Girl (SPG) adalah pengalaman bekerjanya setelah bertemu dengan seorang pria yang sempat ia tak sukai.
Sakitnya pengalaman hidup membuat Anny mempunyai tekad kuat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Jika ia tidak bisa menikmati rasanya duduk di bangku kuliah karena tak ada biaya, maka anak-anaknya harus bisa merasakan yang sebaliknya ia rasakan.
Mengontrak dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya membuat dirinya memutuskan untuk memiliki sebuah rumah bersama suaminya. Dengan kepandaiannya mengurus keuangan rumah tangga, ia dan suaminya pun berhasil membeli sebuah investasi berupa tanah.
Berkat pun terus mengalir dari Tuhan. Akhirnya ia bersama suaminya bisa membeli sebuah rumah di Bekasi yang letaknya begitu strategis yang dekat dengan pintu tol. Ketiga anak-anaknya selalu berhasil masuk ke sekolah SMP dan SMA negeri yang cukup favorit.
Kini cita-cita dan doanya yang begitu mulia didengar oleh Yang Maha Kuasa. Anak pertama dan keduanya bisa mendapatkan sebuah bangku kuliah di sebuah universitas swasta di daerah Jakarta Timur. Anak sulungnya sekarang menduduki bangku semester 6 jurusan Sastra Inggris. Anak keduanya sedang duduk di bangku semester 2 jurusan Akuntansi Ekonomi. Keduanya menempuh pendidikan di tempat dimana Anny dan suaminya dipertemukan olehNya.
Untuk menghemat pengeluaran yang cukup besar, setiap jam 4 pagi Anny selalu bangun untuk menyiapkan sarapan dan bekal untuk dibawa oleh ketiga anak-anaknya. Ia juga memilih untuk membersihkan rumah sendirian daripada harus memakai jasa pembantu rumah tangga. Alasannya adalah lebih baik uang untuk membayar jasa PRT tersebut disimpan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Perjalanan hidupnya yang pahit, yang selama pernah ia rasakan, Anny ceritakan kepada anak-anaknya. Ia selalu mengajarkan dan menanamkan rasa bersyukur kepada anak-anaknya atas hidup yang Tuhan berikan. Ia juga menekankan untuk selalu rendah hati dan tidak sombong kepada siapapun termasuk kepada mereka yang hidupnya kurang beruntung.
Anny Suriyani Sinaga tidak ingin jika keempat anak-anaknya hanyalah menjadi sebuah penonton di kota yang penuh dengan gedung-gedung bertingkat yang penuh dengan orang-orang yang selalu penuh kesibukan di setiap pagi. Ia selalu berdoa dan berusaha agar Hetty, Desy, Sandro dan Leanco adalah pemain utama di kota besar ini.



Add caption

Rounded Rectangle: “Mama ingin kalian tidak mempunyai nasib yang sama seperti mama”
– Anny Suriyani Sinaga
“Dimana ya nanti keempat anak-anak mama bekerjanya (sambil menatap gedung-gedung di daerah Jakarta) ?” – Anny Suriyani Sinaga
“Kalian tidak boleh menjadi penonton di kota ini!” – Anny Suriyani Sinaga

No comments:

Post a Comment

Sedih akutuh

Hari ini harusnya bisa beli sarapan nasi uduk dan udah bawa nasi (tok) tapi warung nasinya tutup :( yaudah berangkat gitu aja siapa tau di j...